Jumat, 17 Februari 2017

Malu Bagian dari Iman

Malu merupakan salah satu akhlak seorang muslim yang menjadi pedoman dalam hidupnya dan malu merupakan bagian dari iman. Rasulullah bersabda: 
(الحياء  شعبة من الايمان (رواه البخاري ومسلم
"Malu termasuk cabang dari iman" (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang muslim yang beriman menjadikan malu sebagai pedoman dalam hidupnya. Malu tidak bisa dilepaskan dengan iman seseorang, sebaliknya iman tidak bisa dilepaskan dari akhlak malu seseorang. Keduanya adalah selalu bersamaan, saling berkaitan dan menyatu. Jika seseorang terlepas rasa malu, maka sesungguhnya terlepas pula imannya, dan jika seseorang terlepas imannya, maka sesungguhnya terlepas pula rasa malu dalam dirinya. Hal ini  didasarkan pada hadist Nabi yang artinya: "Rasa malu dan iman keduanya selalu bersamaan, maka jika salah satunya diangkat, terangkatlah yang lainnya.". (HR. Al-Hikam). Seorang muslim yang memiliki rasa malu akan senantiasa terdorong untuk melakukan kebaikan, dan tidak akan melakukan perbuatan yang merusak atau kemungkaran. Sebagaimana Sabda Rasulullah "Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan " (HR. Bukhari dan Muslim) dan malu adalah kebaikan seluruhnya (HR. Muslim). 

Akhlak malu pada diri seorang muslim akan memotivasi seseorang muslim untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Malu dapat membimbing kepada kebajikan seorang muslim. Malu dapat mencegah seorang muslim untuk berbuat maksiat, untuk berbuat keji, bicara kotor, berbuat kasar dan kejam pada sesama. Malu dapat mencegan seorang muslim untuk melakukan korupsi, dan mengambil hak-hak orang lain, atau berbuat sekehendak hati. Akhlak malu dapat mewujudkan bagi kehidupan masyarakat yang tentram dan damai. 

Namun malu bukanlah menjadi penghalang seorang muslim untuk menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Akhlak malu pada seorang muslim akan memotivasinya untuk menuntut ilmu agama sebagai jalan beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan yang disyariatkan Nya, bukan beribadah kepada Allah dengan kebodohan. Oleh karena itu malu belajar agama, malu mengaji al-qur'an, malu menyampaikan kebenaran, malu memakmurkan Mushalla atau Masjid, malu shalat berjamaah di Mushalla atau di Masjid bersama kaum muslimin, malu mencari nafkah, malu mengakui kesalahannya, malu memakai busana muslimah, adalah bukan malu yang disyariatkan, karena malu yang demikian sesungguhnya adalah ketidakmampuan dan kelemahan dalam melakukan kebaikan. Ketidakmampuan diri seseorang melakukan kebaikan berarti iman dia berkurang, karena malu itu bagian dari iman, malu itu sesungguhnya mendatangkan kebaikan, sedang iman itu menghimpun seluruh kebaikan. 

Jadi akhlak malu seorang muslim berupa malu kepada manusia dan malu kepada Allah SWT. Seorang muslim malu kepada manusia, maka ia tidak akan membuka atau mempertontonkan auratnya dihadapan orang lain, tidak akan mengurangi kewajibannya kepada orang lain, tidak mengingkari kebaikan yang diberikan orang lain, tidak mencelah dan berkata kotor kepada orang lain, tidak mengambil hak-hak orang lain, tidak korupsi. Dan malu kepada Allah, seorang muslim akan selalu mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mensyukuri atas segala nikmat-Nya. Untuk memahami apa yang diperintahkan-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya, serta bagaiman cara mensyukuri nikmat-Nya yaitu dengan jalan mempelajari dan mendalami ajaran agama Islam. Sebagaimana nasehat Ibnu Mas'ud "Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu, jagalah kepala dan yang ditangkapnya, perut dan apa yang dikandungnya, ingatlah kematian dan perubahannya menjadi tanda setelah kematiannya". Rasulullah SAW bersabda:" Maka Allahlah yang lebih berhak untuk merasa malu terhadap-Nya daripada manusia." (HR. Bukhari, [Abu Daud:4017, At-Tirmidzi:2794])