Jumat, 24 Februari 2017

Jujur dan Benar Adalah Akhlak Muslim

Jujur dan benar adalah akhlak muslim yang mulia. Seorang muslim wajib jujur dan benar dalam perkataan dan perbuatannya. Kejujuran dan kebenaran adalah bagian dari kesempurnaan iman seorang muslim. Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah:119). 

Kejujuran dalam ucapan dan perbuatan merupakan jalan menuju kebaikan dan kebaikan itu adalah jalan menuju ke surga. Sabda Nabi SAW, "Hendaklah kamu berbuat jujur, karena sesungguhnya kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan itu menunjukkan ke surga, tidak henti-hentinya seorang berlaku jujur dan memilih jujur sampai dicatat disisi Allah sebagai orang yang jujur. Hindarilah dusta, karena dusta itu sungguh menunjukkan kepada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menunjukkan ke neraka. Dan seseorang tidak henti-hentinya berdusta dan memilih dusta, sehingga dicatat disisi Allah sebagai pendusta." (HR. Muslim [2607]).

Buah dari kejujuran adalah:


1. Leganya hati dan tenangnya jiwa. Sabda Rasulullah SAW "Tinggalkan apa yang meragukanmu, karena jujur itu adalah ketenangan, sedang dusta adalah keragu-raguan." (HR. At-Tirmidzi [2518]).

2. Usahanya mendapatkan barokah dan tambahan kebaikan. Sabda Rasulullah SAW, "Dua orang jual beli berhak menentukan selagi belum berpisah, jika berpisah dan jujur serta saling terus terang, maka diberkahi bagi keduanya di dalam jual belinya. Jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka dihapus barokah jual belinya." (HR. Al-Bukhari [6079]).

3. Kebahagiaan setingkat para syuhada. Sabda Rasulullah SAW, "Siapa yang memohon kepada Allah untuk mati syahid dengan jujur (benar), maka Allah menyampaikannya pada (kedudukan) orang-orang yang mati syahid, meskipun mati di atas ranjangnya." (HR. Muslim [1909]).

4. Selamat dari bencana yang tidak disukai

Tanda-tanda (ciri-ciri) Kejujuran adalah:


1. Berkata benar. Seorang muslim yang jujur tidak akan membicarakan selain kebenaran dan kejujuran.  

2. Jujur di dalam bekerja. Seorang muslim yang jujur akan selalu bekerja bersama orang lain dengan dilandasi kejujuran dan tidak akan melakukan penipuan dan bersumpah palsu yang akan merugikan orang lain.

3. Jujur dan sungguh-sungguh dalam berkemauan. Seorang yang memiliki niat kuat untuk mencapai tujuannya dengan cara istiqamah dan tanpa ragu-ragu sehingga dapat mencapai tujuannya dengan sempurna.  

4. Jujur di dalam ikatan janji. Seorang muslim yang jujur tidak akan menyalahi janji yang telah diikrarkan.

5. Jujur di dalam penampilan. Seorang muslim yang jujur akan menampilkan sesuai dengan kondisinya, tidak akan menampilkan dan memaksakan sesuatu yang bukan miliknya.














Selasa, 21 Februari 2017

Kedermawanan adalah Akhlak Muslim

Kedermawanan merupakan akhlak mulia, ciri akhlak Muslim. Sebaliknya kikir dan bakhil merupakan akhlak tercela, dan bukan ciri akhlak muslim, yang sumbernya dari jiwa yang kotor dan hati yang gelap. Manusia tidak akan dapat menghindari penyakit hati berupa kikir kecuali seorang muslim dengan iman dan amal shalihnya menjadikan jiwanya bersih yang mampu menghapus sifat kikir dan bakhil. 
https://goo.gl/8FUmkx

Manusia diciptakaan Allah SWT memiliki sifat kikir dan manusia tidak bisa menghindarinya kecuali orang muslim yang beriman dan beramal shaleh. Seorang muslim dengan iman dan amal shalehnya seperti zakat dan shalat mampu menghindarkan diri dari penyakit kikir dan Allah senantiasa menjaga orang-orang beriman kepada Nya dari penyakit hati ini dan memberikan kebahagiaan dan keberuntungan di akherat.  Allah SWT berfirman "Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya, dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu, bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)" (QS. Al-Ma'arij:19-25).  


Seorang muslim yang dermawan, melalui zakat, dibersihkan dan dijaga Allah SWT dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta bendanya. dan Melalu zakat pula, Allah SWT akan menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hatinya dan memperkembangkan harta bendanya. "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS.At-Taubah: 103) 


Allah SWT pasti menjamin bagi orang muslim yang dermawan terbebas dari penyakit kikir dan akan mendapat kebahagiaan dan keberuntungan di akherat. "Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung" (QS. Al-Hasyr: 9). 

Untuk menumbuhkan akhlak dermawan pada diri seorang muslim, maka diperlukan usaha melalui pendidikan dan latihan. Seorang muslim harus memahami dan mengkaji sumber-sumber syariat Islam sebagai pedoman hidupnya yaitu al-Qur'an dan Hadits Nabi SAW. 

Perintah Allah SWT kepada orang-orang beriman yang harus dikaji dan direnungkan untuk menumbuhkan akhlak kedermawanan, di antara adalah:

 "Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh" (QS. A-Munafiqun: 9-10).  

"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa." (QS. Al-Lail: 5-11). 

"Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."(QS.Al-Hadid: 10). 

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al-Baqarah: 272). 

Kemudian Hadits Nabi SAW, yang perlu dikaji dan direnungkan dalam menumbuhkan akhlak kedermawanan adalah: 

"Sesungguhnya Allah Maha Pemurah, mencintai kemurahan dan mencintai akhlak mulia serta membenci akhlak yang rendah." (HR. At-Thabrani, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim)

"Tidak boleh iri kecuali pada dua perkara: Orang yang dikaruniai Allah harta kemudian membelanjaka di dalam kebenaran (mengalahkan perasaan kikirnya), dan orang yang dikaruniai hikmah, kemudian dia mengamalkan dan mengajarkannya." (HR. Bukhari [73])

"Siapa dari kalian yang lebih menyukai harta ahli warisnya daripada harta sendiri? Para sahabat bertanya, "Duhai Rasulullah tidak ada seorang pun dari kami yang lebih suka, kecuali pada hartanya sendiri." Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya hartanya adala yang telah diberikan (sedekahkan) dan yang tersisa (terakhir) adalah harta ahli warisnya." (HR. Bukhari [6442])

"Takutlah terhadap api neraka walau dengan (bersedekah) sebelah kurma." (HR. Al-Bukhari [1417])

"Tidaklah (hidup) para hamba di tiap pagi hari kecuali ada dua malaikat yang turun, salah satunya mengatakan, "Ya Allah berilah pengganti bagi yang berinfaq." dan yang lain berkata, " Ya Allah berilah kepada orang yang pelit kebangkrutan." (HR. Al-Bukhari [1442]).

"Takutlah dari kikir karena sesungguhnya kikir telah menghancurkan (umat) sebelum kamu, yang membawa mereka kepada pertumpahan darah dan menghalalkan keharaman mereka." (HR. Muslim [2578]).

"Siapa yang bersedekah senilai sebiji kurma dari usaha yang baik, sedang Allah tidak menerima kecuali yang baik, maka Allah menerimanya dengan tangan kanan-Nya, kemudian mengembangkannya untuk pemiliknya, sebagaimana salah seorang dari kamu mengembangkan modalnya, sampai menjadi seperti gunung." (HR. Al-Bukhari [1410] dan Muslim [1014])



Referensi:

Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Pedoman Hidup Seorang Muslim. Jakarta: PT Megatama Sofwa Pressindo, hal.261-263








Jumat, 17 Februari 2017

Malu Bagian dari Iman

Malu merupakan salah satu akhlak seorang muslim yang menjadi pedoman dalam hidupnya dan malu merupakan bagian dari iman. Rasulullah bersabda: 
(الحياء  شعبة من الايمان (رواه البخاري ومسلم
"Malu termasuk cabang dari iman" (HR. Bukhari dan Muslim).

Seorang muslim yang beriman menjadikan malu sebagai pedoman dalam hidupnya. Malu tidak bisa dilepaskan dengan iman seseorang, sebaliknya iman tidak bisa dilepaskan dari akhlak malu seseorang. Keduanya adalah selalu bersamaan, saling berkaitan dan menyatu. Jika seseorang terlepas rasa malu, maka sesungguhnya terlepas pula imannya, dan jika seseorang terlepas imannya, maka sesungguhnya terlepas pula rasa malu dalam dirinya. Hal ini  didasarkan pada hadist Nabi yang artinya: "Rasa malu dan iman keduanya selalu bersamaan, maka jika salah satunya diangkat, terangkatlah yang lainnya.". (HR. Al-Hikam). Seorang muslim yang memiliki rasa malu akan senantiasa terdorong untuk melakukan kebaikan, dan tidak akan melakukan perbuatan yang merusak atau kemungkaran. Sebagaimana Sabda Rasulullah "Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan " (HR. Bukhari dan Muslim) dan malu adalah kebaikan seluruhnya (HR. Muslim). 

Akhlak malu pada diri seorang muslim akan memotivasi seseorang muslim untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Malu dapat membimbing kepada kebajikan seorang muslim. Malu dapat mencegah seorang muslim untuk berbuat maksiat, untuk berbuat keji, bicara kotor, berbuat kasar dan kejam pada sesama. Malu dapat mencegan seorang muslim untuk melakukan korupsi, dan mengambil hak-hak orang lain, atau berbuat sekehendak hati. Akhlak malu dapat mewujudkan bagi kehidupan masyarakat yang tentram dan damai. 

Namun malu bukanlah menjadi penghalang seorang muslim untuk menyampaikan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Akhlak malu pada seorang muslim akan memotivasinya untuk menuntut ilmu agama sebagai jalan beribadah kepada Allah SWT sesuai dengan yang disyariatkan Nya, bukan beribadah kepada Allah dengan kebodohan. Oleh karena itu malu belajar agama, malu mengaji al-qur'an, malu menyampaikan kebenaran, malu memakmurkan Mushalla atau Masjid, malu shalat berjamaah di Mushalla atau di Masjid bersama kaum muslimin, malu mencari nafkah, malu mengakui kesalahannya, malu memakai busana muslimah, adalah bukan malu yang disyariatkan, karena malu yang demikian sesungguhnya adalah ketidakmampuan dan kelemahan dalam melakukan kebaikan. Ketidakmampuan diri seseorang melakukan kebaikan berarti iman dia berkurang, karena malu itu bagian dari iman, malu itu sesungguhnya mendatangkan kebaikan, sedang iman itu menghimpun seluruh kebaikan. 

Jadi akhlak malu seorang muslim berupa malu kepada manusia dan malu kepada Allah SWT. Seorang muslim malu kepada manusia, maka ia tidak akan membuka atau mempertontonkan auratnya dihadapan orang lain, tidak akan mengurangi kewajibannya kepada orang lain, tidak mengingkari kebaikan yang diberikan orang lain, tidak mencelah dan berkata kotor kepada orang lain, tidak mengambil hak-hak orang lain, tidak korupsi. Dan malu kepada Allah, seorang muslim akan selalu mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mensyukuri atas segala nikmat-Nya. Untuk memahami apa yang diperintahkan-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya, serta bagaiman cara mensyukuri nikmat-Nya yaitu dengan jalan mempelajari dan mendalami ajaran agama Islam. Sebagaimana nasehat Ibnu Mas'ud "Malulah kamu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu, jagalah kepala dan yang ditangkapnya, perut dan apa yang dikandungnya, ingatlah kematian dan perubahannya menjadi tanda setelah kematiannya". Rasulullah SAW bersabda:" Maka Allahlah yang lebih berhak untuk merasa malu terhadap-Nya daripada manusia." (HR. Bukhari, [Abu Daud:4017, At-Tirmidzi:2794])     



Rabu, 15 Februari 2017

Perintah untuk Berbuat Sebaik-baiknya (Ihsan) dalam Agama Islam

Berbuat sebaik-baiknya dalam konsep Islam disebut “ihsan”. Ihsan merupakan salah satu dari tiga pilar bangunan agama Islam yaitu iman, Islam dan ihsan. Sebagai seorang muslim maka berkewajiban untuk melakukan perbuatan sebaik-baiknya sebagai akhlak yang utama.

https://goo.gl/RVR5pO
https://goo.gl/RVR5pO
Perintah untuk berbuat sebaik-baiknya didasarkan pada firman Allah SWT “Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-Baqarah: 195). “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan” (QS. An-Nahl: 90). “Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia” (QS. Al-Baqarah: 83). “Dan berbuat baiklah kepada kedua ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu” (QS. An-Nisa’: 36).
Perintah ihsan ini juga didasarkan pada sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya Allah SWT mewajibkan berbuat baik pada segala sesuatu, maka jika membunuh, bunuhlah sebaik-baiknya, jika menyembelih buatlah yang baik dalam menyembelih, haruslah seorang mengasah mata pedangnya dan membuat nyaman hewan sembelihan.” (HR. Muslim [1955]).

Dari perintah ihsan di atas, maka berbuat ihsan mencakup ihsan dalam beribadah dan bermuamalah.
Berbuat ihsan dalam beribadah meliputi ibadah shalat, puasa, haji, zakat, dan ibadah lainnya dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan syarat, rukun, sunah dan adabnya. Untuk dapat menjalankan ibadah secara ihsan, Rasulullah SAW telah memberikan bimbingan sebagaimana dalam sabda beliau ketika ditanya para sahabat tentang ihsan, Rasulullah menjawab: “Hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihat-Nya, maka (ketahuilah) bahwa Ia melihat engkau.” (HR. Muslim dalam kitab Hadits Arba’in Nawawi).


Berbuat ihsan dalam pergaulan muamalah adalah berbuat baik kepada kedua orang tua, sanak kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, pembantu, segenap manusia, hewan dan dalam segala kegiatan usaha seperti bekerja sebaik-baiknya, dan berkarya dengan sempurna.

Sebagai seoarang muslim wajib untuk berbuat sebaik-baiknya kepada kedua orangtuanya, tidak menyakitinya, mendoakan keduanya, dan meminta ampun kepada Allah (istighfar) untuk kedua orangtuanya, dan menunaikan amanahnya, serta menghormati dan memuliakan teman-teman orang tuanya.

Seorang muslim berkewajiban untuk senantiasa berbuat sebaik-baiknya kepada sanak kerabat yang dapat diwujudkan, antara lain, memberikan kasih sayangnya kepad mereka, membantunya dalam bentuk apapun (pikiran dan materi) untuk meringankan segala kesulitan yang dihadapi mereka. Seorang muslim tidak boleh berbuat sesuatu baik berupa perkataan, tindakan dan sikap yang mendatangkan kesulitan, kesedihan, dan gangguan dalam kehidupan mereka.
Seorang muslim berkewajiban berbuat sebaik-baiknya kepada anak-anak yatim, antara lain, menjaga harta mereka, melindungi hak-hak mereka, mengusap-usap kepala mereka, mendidik dan membahagiakan mereka.  Sebaliknya, tidak membentak mereka yang membuat mereka takut dan sedih.


Bersambung…………………………………..

Minggu, 12 Februari 2017

Rapat Evaluasi dan Konsolidasi Panitia Pembangunan

Rapat evaluasi dan konsolidasi panitia pembangunan renovasi Mushalla Darul Fikri (11/2/2017) yang terkait dengan evaluasi jalannya kepanitian dan sekaligus mengagendakan kebutuhan-kebutuhan dalam penggalangan dana bantuan. 

Urun rembuk dalam rapat menghasilkan beberapa keputusan antara lain:
1. Mengefektifkan dan mengoptimalkan fungsi dan tugas kepanitian dengan mengundang seluruh panitia pada tanggal 17 Februari 2017.
2. Memutuskan renovasi dilaksanakan secara bertahap. untuk tahap pertama hanya sampai pada tahap pengedakan lantai 1.
2. Memastikan kebutuhan renovasi pada tahap pertama dengan menunjuk arsitek yang berpengalaman dalam mendesain gambar Mushalla.
3. Mencari tempat/toko bangunan yang lebih murah dan bisa diajak kerjasama.
4. Pembuatan kotak amal dan mencari toko-toko yang strategis dan bisa diajak kerjasama.
5. Kondisi keuangan sementara dana bantuan yang sudah masuk sebesar 18 juta lebih.

Rapat berlangsung dengan penuh semangat dan optimis bahwa pelaksanaan renovasi Insyaallah akan berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan dan jadwal yang ditetapkan.




Hadist Arba'in Nawawi ke-15: Adab-adab Islam

Hadits ke- 15


عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ , وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِر فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ , وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِر فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ (رواه البخاري ومسلم)

Artinya:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berbicara baik atau diam, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia menghormati tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia memuliakan tamunya”. [HR Al-Bukhari dan Muslim]

Penjelasan:

Hadits di atas menjelaskan bahwa barangsiapa mengaku beriman dengan keimanan sempurna kepada Allah dan Hari Akhir, maka dia harus berbicara baik untuk menyampaikan kebaikan atau diam jika hal yang akan dibicarakan itu mendatangkan kemudaratan, memulikan tetangga dan tamu. Orang yang beriman kepada Allah SWT pasti akan melakukan apa yang diperintahkan Allah SWT, dan menjauhi segala larangan-Nya. Adab-adab yang diajarkan dalam hadits di atas, menunjukkan bahwa kesempurnaan iman seseorang yang berhubungan dengan adab sopan santun dalam kehidupan sehari-hari baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. 

MENJAGA LISAN 

Sungguh Islam mengajarkan akhlak mulia yang menumbuhkan rasa kasih sayang diantara manusia. Setiap muslim wajib menjaga lisannya dengan sebaik-baiknya. Lisan hanya digunakan untuk berbicara yang baik, menyampaikan sesuatu demi kebaikan dan kemaslahatan masyarakat. Sebaliknya, Setiap muslim dilarang menggunakan lisannya untuk berbicara atau menyampaikan sesuatu yang dapat mendatangkan kemudaratan. Apabila sesuatu yang akan diperbincangakan itu tidak ada manfaatnya, maka lebih baik diam. Karena diam dapat menjaga keselamatan dan berlebih-lebihan dalam pembicaraan akan mendatangkan kehancuran. Islam sangat menjaga agar seorang muslim berbicara apa yang bermanfaat dan mencegah perkataan yang diharamkan dalam setiap kondisi, tidak memperbanyak pembicaraan yang diperbolehkan, karena hal tersebut dapat menyeret kepada perbuatan yang diharamkan atau yang makruh. 

MENGHORMATI TETANGGA 

Adab untuk menghormati tetangga termasuk kesempurnaan iman seorang muslim. seorang muslim harus memuliakan, memperhatikan dan membantu tetangga dalam hal kebaikan dan tidak boleh menyakitinya. Wajib berbicara saat dibutuhkan, khususnya jika bertujuan menerangkan yang haq dan beramar ma’ruf nahi munkar. Karena berbicara untuk menerangkan yang haq itu lebih baik daripada diam sebagaimana hadits di atas Rasulullah SAW mendahulukan "perkataan yang baik" daripada "diam". 

MEMULIAKAN TAMU 

Memuliakan tamu termasuk di antara kemuliaan akhlak dan pertanda komitmennya terhadap syariat Islam.  Hadist di atas menganjurkan untuk mempergauli orang lain dengan baik. Menghormati tamu itu suatu ibadah yang tidak memandang apakah tamunya seorang kaya atau miskin. 


شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الأَغْنِيَاءُ ، وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ

“Sejelek-jelek makanan adalah makanan walimah di mana orang-orang kayanya diundang dan orang-orang miskinnya ditinggalkan.” (HR. Bukhari Muslim)

Siapapun tamunya harus diperlakukan sama tanpa membeda-bedakannya.  Penghormatan tamu itu bisa berupa penyambutan dengan wajah berseri-seri, perkataan yang baik, dan memberikan makanan.









Rabu, 08 Februari 2017

Nikah dalam Pandangan Islam


A. Pengertian Nikah

Nikah adalah akad yang menghalalkan pasangan suami dan istri untuk saling menikmati satu sama lainnya.
http://wallpapermuslim.com/wp-content/uploads/2015/02/nikah.jpg

B. Hukum Nikah
Perintah nikah berdasarkan  Firman Allah SWT dalam surat an-Nisa': 3, dan an-Nur: 32.

"Maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kalian takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak wanita yang kalian miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS. an-Nisa': 3)


"Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kalian, dan orang-orang yang layak (nikah) dari budak-budak laki-laki dan budak-budak wanita kalian. " (QS. an-Nur: 32)


Makna berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad s.a.w. Ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. Kemudian makna nikahkanlah orang-orang yang sendirian adalah hendaklah laki-laki yang belum nikah atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat nikah (al-Qur'an dan terjemahnya)
1. Wajib
 Nikah hukumnya wajib bagi orang yang mampu membiayainya dan khawatir akan terjerumus ke dalam perbuatan yang diharamkan.

2. Sunnah
Nikah hukumnya sunnah bagi orang yang mampu membiayainya, namun tidak khawatir akan terjerumus kedalam perbuatan yang diharamkan.

Dasar hukumnya adalah hadits Nabi Muhammad SAW.

"Hai para pemuda, barangsiapa diantara kamu mampu menikah, maka menikahlah, karena nikah itu dapat menahan pandangan dan memelihara kemaluan". (Muttafaq 'alaih; al-Bukhari:5066; Muslim 1400).

"Nikahilah wanita-wanita yang penyayang dan subur, karena aku akan membanggakan kalian atas umat yang lain karena jumlah kalian yang banyak". (HR. Ahmad ;12202; Abu Daud: 2050, dan Ibnu Hibban : 9/338 dan dishahihkannya)

C. Hikmah Nikah
Hikmah nikah dalam pandangan Islam bahwa nikah mampu:
1. melestarikan manusia
2. memelihara kemaluan suami-isteri dengan melakukan hubungan seks yang fitriyah
3. bekerja sama suami-isteri dalam mendidik anak dan menjaga kehidupannya
4. mengatur hubungan laki-laki dan perempuan berdasarkan prinsip pertukaran hak dan bekerja sama yang produktif dalam suasana penuh cinta kasih dan saling menghormati.



Referensi:

al-Qur'an dan terjemahnya. Madinah: Mujamma' Malik Fahd li Thiba'at al Mush-haf asy-Syarif, 1418 H. / [1997 M]
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Pedoman Hidup Seorang Muslim. Jakarta: PT Megatama Sofwa Pressindo, hal.646 - 647




Keadilan Proporsional dalam Pembagian Waris Anak Angkat


Langkah progresif telah dilakukan oleh ulama Indonesia dengan memberikan hak dari harta peninggalan kepada anak angkat melalui wasiat wajibah, yang diatur dalam Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam, namun belum mampu mencerminkan keadilan. Sebab, bagian yang diterima oleh anak angkat bisa jadi lebih kecil dari bagian ahli waris lain, tanpa mempertimbangkan kontribusi atau jasa yang telah diberikan anak angkat kepada orang tua angkatnya. Menurut Ramadhita (2002) semua orang tidak harus mendapatkan bagian yang sama pula jika upaya yang dilakukan berbeda. Anak angkat dalam pandangan asas keadilan proporsional dapat diberikan bagian yang lebih, menyimpang dari ketentuan Pasal 209 KHI. Penyimpangan ini tentunya diikuti dengan syarat bahwa anak tersebut telah memberikan kontribusi terhadap orang tua angkatnya. Penggunaan keadilan proporsional sebagai frame hukum akan menjadikan hukum fleksibel dan mewujudkan kebahagiaan bagi manusia.




Ramadhita, Ramadhita (2012) Keadilan Proporsional dalam Pembagian Waris Anak Angkat. de Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah, 4 (2). pp. 123-135. ISSN 2085-1618

Artikel selengkapnya dapat dibaca dan diunduh di http://repository.uin-malang.ac.id/523/

Minggu, 05 Februari 2017

Rapat Panitia Bersama Para Ulama dan Tokoh Masyarakat

Panitia pembangunan mengundang para ulama dan tokoh masyarakat di lingkungan Villa Bukit Tidar untuk meminta doa restu dan dukungan dalam melaksanakan kegiatan renovasi mushalla (3/2/2017). Hadir dalam pertemuan ini antara lain, perwakilan dari pengurus Takmir Masjid Nurul Jihad Ust. H. Zainul Arifin, Ketua RT 16 Bapak didik, Ketua RW 11, Bapak Yudi dan seluruh anggota panitia. Dalam sambutannya, Ust H. Zainul, Ketua RW dan tokoh masyarakat lainnya, semuanya sangat mendukung rencana renovasi ini dan siap membantu untuk mensukseskan kegiatan renovasi ini. 








 













  

Kamis, 02 Februari 2017

Panitia Lembur Bikin Proposal dan Undangan


Malam jum'at menjelang pertemuan panitia dan para tokoh agama dan masyarakat, panitia lembur membuat proposal dan undangan untuk segera disebarkan.



 

Rapat Pemantapan Panitia Pembangunan Mushalla Darul Fikri, 1 Februari 2017

Pada Tanggal 1 Februari 2017, Panitia Pembangunan bersama Takmir Mushalla mengadakan rapat terbatas untuk membahas agenda utama renovasi yang meliputi persiapan, perencanaan dan strategi penggalian dana, penetapan desain gambar, dan penentuan batas bangunan mushalla. Rapat ini dipimpin Bapak Haidir dan Bapak Andik selaku Ketua 1 dan Sekretaris 2.

Hasil kesepakatan pada rapat terbatas ini, agenda persiapan penggalian dana diperlukan adanya pembuatan proposal, pembuatan RAB renovasi Mushalla, pembuatan rekening untuk donatur, pembuatan banner dan spanduk. Strategi penggalian sumber dana dapat diperoleh melalui perseorangan, instansi pemerintah, perusahaan, dan dana kas mushalla. Berdasarkan penentuan batas bangunan renovasi dan perencanaan gambar yang disepakati maka estimasi kebutuhan dalam renovasi mushalla seluruhnya diperkirakan mencapai 200 juta lebih. Sementara dana kas mushalla sekitar 8.713.000,- (Delapan Juta Tujuhratus Tigabelas Ribu Rupiah). Panitia tetap optimis bahwa besarnya kekurangan dana itu bisa terpenuhi dengan cepat sesuai jadwal yaitu sebelum bulan Ramadhan bisa diselesaikan pada tahap pekerjaan pembuatan dak lantai 2. Optimisme ini didasarkan pada semangat jamaah yang luar biasa yang ingin menginfaqkan sebagian hartanya untuk memakmurkan mushalla. 

Hasil rapat panitia pembangunan ini akan disampaikan pada rapat lanjutan yang melibatkan seluruh kepanitian pembangunan dan rencananya akan dihadiri oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. selanjutnya rapat ini ditutup dengan do'a yang dipimpin oleh Sahbudin dengan mengharap ridha Allah SWT semoga dalam merenovasi mushalla berjalan dengan lancar dan sesuai jadwal yang diharapkan. Amien.